Goresan
tinta di buku tatibku
Ini adalah tahun keduaku di SMA
Negeri di Kota Malang.Kepribadianku
yang sering diam bukan berarti aku tak punya teman bergaul. Hampir seluruh siswa kelas XI IPS
menganal Reihan, Rei sapaan akrabku. Sejak masuk ke SMA aku belum pernah menjalin hubungan
dengan siapapun, mungkin karena kebiasaanku yang sering bergentayangan di dunia
maya, sehingga ga ada waktu buat PDKT ataupun pacaran. Aku selalu merasa nyaman dengan
hobiku menjelajahi dunia maya melalui portal-portal game yang kumainkan, hingga
tibalah suatu hari yang tak pernah kulupakan dalam hidupku, seperti hari
kemerdekaan yang tak terlupakan oleh seluruh rakyat Indonesia.
Dua minggu yang lalu aku
terlambat masuk kelas, seperti biasanya..mungkin ini sudah kesekian kalinya aku
berhadapan dengan petugas tatib
yang tak segan-segan menyemprotkan kata-kata pedas untuk memarahiku karna
sering terlambat. Namun
pagi ini ada yang berbeda dengan pagi-pagi sebelumnya. Kode B4 yang berarti
"terlambat" dalam buku TATIBku semester ini sudah mencapai baris ke
15, sampai petugas tatib
kehilangan selera untuk tersenyum padaku.
Sesuatu yang berbeda dipagi ini
ketika ada anak perempuan dengan perawakan mungil berdiri dihadapanku dengan
wajah bingung dan takut-takut. Aku tak pernah melihat anak ini, lalu dia
bertanya padaku
"Hai.. maaf apakah sekarang sudah jamnya masuk
kelas?" tanyanya dengan ragu
"Udah dari tadi.. memangnya kamu ga
tau?" jawabku bingung
"Maaf aku siswa baru, jadi masih belum tahu jadwal
di sekolah ini" jawabnya dengan lirih dan tersipu malu.
"Oh...
kalau gitu bilang aja sama petugas tatibnya, pasti dimaklumin kok. kalau ada apa-apa
bilang saja sama aku, nanti kubantu". kataku sambil memasang muka imutku.
kuperhatikan wajahnya yang terlihat bingung. tiba-tiba petugas tatib menghampiriku
dengan senyuman mautnya. Tapi
kali ini bukan aku yang disemprotnya (mungkin sudah bosan memarahiku ),
"Kamu
kelas berapa? mana
buku tatibnya!
dari tadi berdiri bengong saja, bantu itu temanmu membersihkan sampah! tidak
pakai bet lagi, siapa namamu!" petugas tatib menanyai siswa baru itu
dengan tegas.
"saya
kelas X pak, nama saya Nadya, maaf pak saya siswa baru dan belum tahu jadwal
sekolah ini..hari ini pertama kalinya
saya masuk" ..ooooohh ternyata Nadya namanya, dari tadi aku lupa menamakan
namanya, batin
Rei. walaupun begitu Nadya tetap diperlakukan sama dengan siswa yang terlambat
lainnya. kalau kuperhatikan dari gerak geriknya, Nadya nampak lamban dalam
melakukan sesuatu. memungut sampah saja seperti putri solo yang berjalan. Kalau dilihat wajahnya juga
terlihat pucat, entah karna memang kulitnya yang putih atau karna sedang sakit.
karna teman-teman sudah selesai memungut sampah, kubantu Nadya memungut sampah supaya tong
sampahnya segera penuh dan dapat masuk kelas. "sini kubantu, kalau ga
penuh ntar ga boleh masuk kelas loh" kataku sambil tersenyum.
"oh
iya makasih, maaf ya merepotkan" jawabnya, lalu kami memunguti sampah
sambil terus kuperhatikan Nadya.
Setelah kami
ngobrol, ternyata Nadya
pindahan dari Medan, dia pindah karna ikut orang tuanya. Kalau kuperhatikan Nadya wajahnya
sangat imut, mirip dengan tokoh-tokoh anime dan avatar dalam game yang
kumainkan. Sedikit
terpesona juga melihatnya, hehehehe.
Setelah selesai berurusan dengan tatib,
aku tidak langsung masuk kelas, aku mengantar Nadya ke kelasnya, kami sempat tukar nomor hp karna biar mudah, kalau Nadya ingin
bertanya tentang sekolah ini aku bisa membantunya.
Sepulang sekolah, aku langsung
pulang dan menyalakan CPU, setelah itu aktivitasku bermain game bisa
berlangsung hingga berjam-jam. Tapi
baru menekan tombol power tiba-tiba hp ku berdering, Nadya menelponku.
"Ada
apa Nad, kok suaranya rame banget, memangnya kamu ada dimana?"
"Rey..
tolong aku kesasar, aku tadi naek angkutan umum, tapi salah arah..aku ga tau
ini dimana?"
"
Kamu tanya orang
ya, itu posisimu alamatnya dimana, aku jemput kamu"
Ya Tuhan... aku langsung panik,
sekarang sudah menunjukkan pukul 16.30, berarti sudah cukup lama Nadya sendirian
dan ketakutan. Setelah
mendapatkan pesan singkatnya yang memberitahukan alamatnya, aku langsung
meluncur kesana.
Sesampainya dilokasi, kulihat Nadya
sudah berkaca-kaca ingin menangis. Ku tenangkan dia dan kuantarkan pulang. aku baru tahu
kalau ternyata Nadya memang sedang sakit. Rona merah yang hilang dari wajahnya
sehingga terlihat putih itu bukan karna pigmen kulitnya, tapi karna dia memang
benar-benar sedang sakit. Sesampainya
dirumah Nadya aku disuruh mampir, tapi karna cuaca sedang mendung aku akan
segera pulang sebelum hujan mengguyur, tapi baru kunyalakan mesin motorku, hujan
tiba-tiba turun dengan derasnya sehingga kuputuskan untuk mampir dulu dirumah Nadya.
Kulihat rumahnya
sangat sepi, hanya ada satu orang laki-laki yang ternyata kakaknya Nadya.
"Kemana orangtuamu?” tanyaku
"Kalau papaku udah ga ada, mamaku
kerja..ntar malam baru pulang, itu kakakku dia masih kuliah, tapi jarang juga
dirumah"
Sekarang aku tahu kenapa Nadya
sampai tidak ada yang menjemput, kasihan juga pikirku hingga kutawarkan aku
menjadi tukang ojeknya tiap hari. "Nad, aku antar jemput kamu ya..sampai
nanti kamu tahu jalan, aku takut kalau kamu kesasar lagi kayak tadi"
"Beneran
nih? apa ga ngerepotin.."
"Ngga kok, lagian kalau jemput kamu
kan aku jadi bisa punya tanggung jawab untuk berangkat lebih pagi, siapa tahu
aku ga telat lagi" jawabku sambil tersenyum. Nadya hanya mengangguk saja.
Beberapa hari kemudian, goresan
tinta di buku tatibku mulai berkurang. karna aku merasa punya tanggung jawab
untuk menjemput Nadya, aku ga ingin membuatnya terlambat dan kena hukuman lagi.
Kebiasaanku yang
pulang sekolah langsung main pun mulai berkurang karena aku sering membantu Nadya
mengerjakan PR nya. hari libur yang biasanya kuhabiskan di cafe-cafe internet,
sekarang tidak lagi karna aku selalu menemani Nadya jalan-jalan agar dia tahu
seluk beluk Kota Malang. 3 bulan sudah aku mengenalnya dan selalu bersamanya,
aku mulai rajin mengerjakan PR ku, mulai rajin bangun pagi karna aku punya
tugas tambahan yaitu jadi tukang ojeknya Nadya. Ga tau kenapa aku begitu simpatik
kepadanya sehingga tak ingin sedikitpun Nadya dalam kesulitan. Hingga tiba suatu hari, pagi- pagi
sekali aku menjemputnya, tapi kali ini Nadya tak terlihat di depan rumahnya,
rumah itu terlihat sepi dan tidak ada tanda-tanda ada orang di dalamnya. Ku ketuk pintu berkali-kali namun tak ada jawaban.
kemudian munculah bapak-bapak tetangga sebelah rumah menyapaku.
"Mau cari siapa le?"
"Nadya
pak.. Saya
mau jemput dia kesekolah.."
"Yang sabar ya le... Nadya sudah
tidak disini lagi" kata bapak itu dengan wajah serius.
"Loh, emangnya sudah pindah ke
Medan lagi ya pak? " tanyaku bingung
"Bukan begitu le.. kamu lihat
bendera putih yang terpasang didekat pagar itu?"
"Iya pak, memangnya kenapa?"
tanyaku bingung masih ga ngerti maksud bapaknya . perasaanku mulai tak karuan.
"Itu pertanda kalau rumah ini
sedang berduka le.. ada salah satu anggota keluarganya yang meninggal, yang
saya maksud ya dik Nadya itu" jawab bapaknya setenang mungkin.
"Maksudnya pak? Nadya meninggal?"
kataku lirih masih tak percaya.
Bapak itu
menjelaskan kalau Nadya meninggal karena serangan jantung, sejak dulu Nadya
menderita lemah jantung, hingga selalu terlihat pucat. Entah apa yang kurasakan,
telingaku seperti tersumbat sesuatu hingga terasa tuli, aku tertegun memandangi
rumah kosong itu, berharap Nadya tiba-tiba muncul dan kami akan berangkat
sekolah bersama. Sejak
malam tadi aku sudah merangkai beribu kata untuk mengungkapkan perasaanku
padanya. Bahkan
aku ingin menunjukkan hasil ulanganku yang terbagus dalam semester ini, semua
itu karna Nadya. Dia
selalu membawaku dalam suasana yang berbeda, memberi warna baru dalam hidupku
dan menyadarkanku bahwa ada yang lebih indah di dunia nyata ini daripada dalam
dunia maya. Kulihat
jam tanganku sudah menunjukkan pukul 07.30, dengan malas aku menuju kesekolah.
aku tahu kali ini pasti terlambat lagi. Setelah 3 bulan buku tatibku bersih dari goresan
tinta catatan terlambatku, kini ada lagi goresan tinta baru. Seperti biasanya petugas tatib
menyuruh siswa yang terlambat membersihkan sampah. Dengan malas kupunguti reruntuhan
dedaunan kering, seperti sisa puing-puing perasaanku kepada Nadya yang tak
sempat terungkapkan. Kini
aku berjanji pada diriku sendiri kalau goresan tinta di buku tatibku ini adalah
terakhir kalinya aku melakukan keterlambatan dan pelanggaran lainnya. Setiap pagi aku selalu ingat
hari-hari yang telah kulewati bersama Nadya, dan itu adalah yang membuatku
bersemangat, membuatku lebih bergairah menjalani kehidupan ini dan menata masa depanku. Dialah jincuriki ku, selamat jalan Nadya, aku berjanji akan selalu rajin
seperti saat bersamamu.
ANALISIS CERPEN
1. Nilai dalam cerpen merupakan sesuatu yang
baik dan buruk yang ingin disampaikan pengarang dalam cerita kepada pembaca.
Bentuknya dapat berupa pesan-pesan moral untuk diterapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam hal ini, kehidupan manusia yang berkaitan dengan hubungan
sesama manusia, hubungan manusia dengan lingkungannya, dan hubungan manusia
dengan Tuhan.
2. Cerpen merupakan cerita fiksi atau
rekaan yang menggambarkan sebagian kecil dari kehidupan seseorang. Cerita
pendek tidak hanya berisi rangkaian peristiwa. Ada hal penting yang disampaikan
pengarang kepada pembaca. Dalam cerpen, seorang pengarang kadang menampilkan nilai-nilai
kehidupan yang ada di dalam masyarakat. Hal tersebut diharapkan dapat menambah
wawasan pengetahuan dan pengalaman hidup pembaca. Pembaca cerpen menjadi lebih
arif dan bijaksana dalam menyikapi kehidupan sekitar. Nilai kehidupan dapat
ditemukan dalam cerpen melalui ucapan,
tindakan, pikiran, dan perasaan tokoh-tokoh cerita. Nilai-nilai tersebut
meliputi nilai moral, budaya, agama, etika, kasih sayang, pendidikan, persahabatan, patriotisme, religius, dan kemanusiaan.
3. Nilai moral berkaitan dengan ukuran
atau patokan ketika manusia bertingkah laku, bergaul, ataupun berinteraksi
sosial. Moral berpedoman pada sikap dan tata krama untuk menentukan prinsip
kebaikan dan keburukan seseorang, kelompok, ataupun lembaga tertentu.
Singkatnya, moral adalah adat atau kebiasaan menyikapi hidup sehari-hari. Nilai
adalah sifat-sifat atau hal-hal yang penting atau berguna bagi kemanusiaan atau kehidupan sehari-hari.